Mi instan di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh PT Sanmaru Foods Manufacturing Indonesia Ltd. yang berdiri pada tahun 1968. Dua tahun kemudian, 9 September 1970, diluncurkanlah merek mi instan pertama di Indonesia, Indomie. [1]
Mi instan merupakan salah satu makanan terfavorit warga Indonesia.
Bisa dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mi instan atau
mempunyai persediaan mi instan di rumah. Bahkan tidak jarang orang
membawa mi instan saat ke luar negeri sebagai persediaan "makanan lokal"
jika makanan di luar negeri tidak sesuai selera.
Indomie adalah merek mi instan yang pertama kali hadir dan paling terkenal di Indonesia - saking terkenalnya, orang Indonesia memanggil mi instan dengan sebutan "Indomie", kendati yang dikonsumsi tidak bermerek Indomie. Merek mi instan lainnya yang terkenal antara lain adalah Supermi, Sarimi, Salam Mie, Mi ABC, Gaga Mie, dan Mie Sedaap. Produsen yang mendominasi produksi mi instan di Indonesia adalah Indofood Sukses Makmur yang memproduksi Indomie (1970), Supermi (1976), dan Sarimi (1982).
Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Dalam hal pemasaran, pada tahun 2005 Tiongkok menduduki tempat teratas, dengan 44,3 milyar bungkus, disusul dengan Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus dan Jepang dengan 5,4 milyar bungkus. Namun Korea Selatan mengonsumsi mi instan terbanyak per kapita, dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus, dan Jepang dengan 42 bungkus.[2]
Rabu, 23 Oktober 2013
Sejarah Mie Instan dan Penemunya
Semua orang yang menyukai “Mie Instant” sepantasnya
berterima kasih kepada Momofuku Ando. Kakek berkebangsaan Jepang yang
lahir di Taiwan pada tahun 1911 ini, ialah manusia pertama yang
menemukan cara membuat mie instan.
Dari hasil kerja keras dan jerih payahnya, semua orang kini bisa menikmati kelezatan mie instan dengan pilihan rasa yang beraneka ragam. Makanan cepat saji yang mempunyai banyak penggemar ini, masuk ke Indonesia pada pertengahan 1960-an.
Sejarah
Ditinggal orang tuanya, Ando (panggilan akrabnya) yang baru berumur 3 tahun, harus membantu neneknya mengurusi rumah. Balita ingusan itu harus menjaga toko, belum lagi untuk mencuci pakaian dan mamasak. Hasilnya positif, ia menjadi pintar memasak, sebaliknya sekolahnya malah terlantar.
Profesi sebagai seorang pedagang ialah impiannya. Harta peninggalan orang tuanya pun digunakan untuk berdagang pakaian rajutan di Taiwan dan Osaka, Jepang. Usahanya terbilang maju. Ia pun bisa kembali ke bangku sekolah menyelesaikan pendidikan yang sempat terbengkalai.
Namun, di dalam perjalannya, ia dituduh korupsi dalam perdagangan senjata dan onderdil pesawat terbang. Ia lantas dijebloskan ke penjara. Setelah 2 tahun hidup di Hotel Prodeo, ia lalu dibebaskan. Pada 1956, satu-satunya harta yang tertinggal hanyalah rumah.
Ide Kreatif
Masa itu Amerika Serikat sedang gencar-gencarnya menyumbangkan gandum ke Jepang yang sedang dalam paceklik pangan. Harga terigu menjadi murah. Pemerintah Jepang pun menganjurkan rakyatnya mengonsumsi roti dan terigu sebagai pengganti nasi.
Melihat banyak orang melahap mie, di dekat toserba hankyu, Osaka, pikiran Ando pun terbuka. Ia berfikir, mengapa tidak membuat mie dari terigu? Bukankah orang Jepang sangat menyukai mie? Apalagi mie dirasa enak, murah, tahan lama, dan tidak sulit dalam mengolahnya.
Ide liar itu pun terus bergulir di benaknya. Cuma ia tidak mau membuat mie biasa yang sudah banyak beredar di pasaran. Ia ingin membuat mie dalam bentuk lain yang enak, lebih cepat, mudah diolah, serta gampang didapat dimana-mana.
Secara perlahan namun pasti, Ando mulai mewujudkan impiannya, dengan membeli mesin pembuat mie, dan bereksperimen membuat mie instant di emper halaman belakang rumahnya. Mula-mula mie digoreng agar lebih awet, gurih, dan cepat diolah.
Lalu menimbang-nimbang rasa yang pas untuk kuah mie racikannya itu, di pilihnyalah kuah ayam, karena itu merupakan yang netral. Ando membawa contoh mie instannya ke sebuah toko serba ada. Ternyata, semuanya ludes hari itu juga tanpas sisa. Kejadian itu terjadi di tahun 1958.
Emperan rumahnya tak kuasa menampung pesanan. Ia memindahkan usahanya ke sebuah gudang kosong di Osaka. Di sana Ando membuat mie instant dengan dibantu oleh keluarganya. Sejak itulah perusahaan-perusahaan besar berebut ingin menjadi penyalur mie instannya.
Pada desember 1958, Ando menamai perusahaannya “Nissin Foods”. Beberapa bulan kemudian ia pindah ke sebuah pabrik seluas 20.000 m² (20 Ha). Tahun 1960, ia membuka pabrik kedua, dan tahun berikutnya lahir pabrik baru lagi.
Usahanya lewat mie instan pun semakin berkembang. Meski mie instant laris manis, ia tak bosan-bosan bereksperimen untuk terus memperbaiki mutunya. Bahkan, ada keinginan memperkenalkan dan mejualnya hingga ke luar negeri.
Untuk menjajaki kemungkinan itu, ia pergi berkeliling Eropa dan Amerika tahun 1966. Disana ia melihat orang makan mie dengan garpu, tanpa kuah, dan memakai piring, karena menyeruput mie dianggap tidak sopan.
Lalu Ia juga mengamati ada kaldu yang bisa dilarutkan dengan air panas, tanpa harus dimasak. Ada gelas kertas sekali pakai, dan juga kertas aluminium sebagai wadah kedap udara.
Ando pun mendapat ilham kembali untuk membuat mie instant dalam wadah berbahan stereo foam, yang lantas ditutup rapat dengan lembaran aluminium foil. Mie gelas itu tidak perlu dimasak, cukup diseduh. Supaya tidak hancur terkocok-kocok, mie dibuat lebih tebal, disediakan pula garpu untuk memakannya.
Di puncak keberhasilannya, Ando yang pada tahun 1988 genap berumur 77 tahun, membuka Foodeum di Shinjuku, Tokyo. Gedung itu disebut pula “ISTANA MIE”, karena mempunyai beberapa restoran mie, tempat disko, dan museum mie.
Selalu ada saja ide-ide kreatif di dalam menciptakan sesuatu. Tergantung bagaimana dapat dengan jeli melihat dan mewujudkannya menjadi nyata. Dengan niat, kemauan, kerja keras, jerih payah, dan kesabaran. Siapa pun bisa tentunya, tanpa terkecuali.
Dari hasil kerja keras dan jerih payahnya, semua orang kini bisa menikmati kelezatan mie instan dengan pilihan rasa yang beraneka ragam. Makanan cepat saji yang mempunyai banyak penggemar ini, masuk ke Indonesia pada pertengahan 1960-an.
Sejarah
Ditinggal orang tuanya, Ando (panggilan akrabnya) yang baru berumur 3 tahun, harus membantu neneknya mengurusi rumah. Balita ingusan itu harus menjaga toko, belum lagi untuk mencuci pakaian dan mamasak. Hasilnya positif, ia menjadi pintar memasak, sebaliknya sekolahnya malah terlantar.
Profesi sebagai seorang pedagang ialah impiannya. Harta peninggalan orang tuanya pun digunakan untuk berdagang pakaian rajutan di Taiwan dan Osaka, Jepang. Usahanya terbilang maju. Ia pun bisa kembali ke bangku sekolah menyelesaikan pendidikan yang sempat terbengkalai.
Namun, di dalam perjalannya, ia dituduh korupsi dalam perdagangan senjata dan onderdil pesawat terbang. Ia lantas dijebloskan ke penjara. Setelah 2 tahun hidup di Hotel Prodeo, ia lalu dibebaskan. Pada 1956, satu-satunya harta yang tertinggal hanyalah rumah.
Ide Kreatif
Masa itu Amerika Serikat sedang gencar-gencarnya menyumbangkan gandum ke Jepang yang sedang dalam paceklik pangan. Harga terigu menjadi murah. Pemerintah Jepang pun menganjurkan rakyatnya mengonsumsi roti dan terigu sebagai pengganti nasi.
Melihat banyak orang melahap mie, di dekat toserba hankyu, Osaka, pikiran Ando pun terbuka. Ia berfikir, mengapa tidak membuat mie dari terigu? Bukankah orang Jepang sangat menyukai mie? Apalagi mie dirasa enak, murah, tahan lama, dan tidak sulit dalam mengolahnya.
Ide liar itu pun terus bergulir di benaknya. Cuma ia tidak mau membuat mie biasa yang sudah banyak beredar di pasaran. Ia ingin membuat mie dalam bentuk lain yang enak, lebih cepat, mudah diolah, serta gampang didapat dimana-mana.
Secara perlahan namun pasti, Ando mulai mewujudkan impiannya, dengan membeli mesin pembuat mie, dan bereksperimen membuat mie instant di emper halaman belakang rumahnya. Mula-mula mie digoreng agar lebih awet, gurih, dan cepat diolah.
Lalu menimbang-nimbang rasa yang pas untuk kuah mie racikannya itu, di pilihnyalah kuah ayam, karena itu merupakan yang netral. Ando membawa contoh mie instannya ke sebuah toko serba ada. Ternyata, semuanya ludes hari itu juga tanpas sisa. Kejadian itu terjadi di tahun 1958.
Emperan rumahnya tak kuasa menampung pesanan. Ia memindahkan usahanya ke sebuah gudang kosong di Osaka. Di sana Ando membuat mie instant dengan dibantu oleh keluarganya. Sejak itulah perusahaan-perusahaan besar berebut ingin menjadi penyalur mie instannya.
Pada desember 1958, Ando menamai perusahaannya “Nissin Foods”. Beberapa bulan kemudian ia pindah ke sebuah pabrik seluas 20.000 m² (20 Ha). Tahun 1960, ia membuka pabrik kedua, dan tahun berikutnya lahir pabrik baru lagi.
Usahanya lewat mie instan pun semakin berkembang. Meski mie instant laris manis, ia tak bosan-bosan bereksperimen untuk terus memperbaiki mutunya. Bahkan, ada keinginan memperkenalkan dan mejualnya hingga ke luar negeri.
Untuk menjajaki kemungkinan itu, ia pergi berkeliling Eropa dan Amerika tahun 1966. Disana ia melihat orang makan mie dengan garpu, tanpa kuah, dan memakai piring, karena menyeruput mie dianggap tidak sopan.
Lalu Ia juga mengamati ada kaldu yang bisa dilarutkan dengan air panas, tanpa harus dimasak. Ada gelas kertas sekali pakai, dan juga kertas aluminium sebagai wadah kedap udara.
Ando pun mendapat ilham kembali untuk membuat mie instant dalam wadah berbahan stereo foam, yang lantas ditutup rapat dengan lembaran aluminium foil. Mie gelas itu tidak perlu dimasak, cukup diseduh. Supaya tidak hancur terkocok-kocok, mie dibuat lebih tebal, disediakan pula garpu untuk memakannya.
Di puncak keberhasilannya, Ando yang pada tahun 1988 genap berumur 77 tahun, membuka Foodeum di Shinjuku, Tokyo. Gedung itu disebut pula “ISTANA MIE”, karena mempunyai beberapa restoran mie, tempat disko, dan museum mie.
Selalu ada saja ide-ide kreatif di dalam menciptakan sesuatu. Tergantung bagaimana dapat dengan jeli melihat dan mewujudkannya menjadi nyata. Dengan niat, kemauan, kerja keras, jerih payah, dan kesabaran. Siapa pun bisa tentunya, tanpa terkecuali.
Minggu, 06 Oktober 2013
Perkembangan Sosis di Indonesia
Industri sosis mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1930 di Bandung. Pelopor industri sosis adalah PT. Badranaya, setelah itu berturut turut diikuti oleh UD. Ananda pada tahun 1974, kemudian pada tahun 1975 PT. Kemang Food Industries dan kemudian pada tahun 1980 PT. Suba Indah. Pada perkembangannya PT. Suba Indah diambil alih oleh PT. San Miguel Purefoods Indonesia
Pada perkembangan selanjutnya, industri sosis tersebut semakin berkembang. Perusahaan perusahaan lain pun tumbuh dan meramaikan industri Sosis. Diantaranya adalah PT. Madusari Nusa Persada, PT. Eloda Mitra, PT. Aroma Duta Rasa Prima, PT. Soejasch Bali, PT. Charoen Pokphand Indonesia, PT. Makroprima Pangan Utama, PT. Badranaya, PT. Japfa Confeed, PT. Wonokoyo Jaya Corporindo Surabaya.
Industriawan sosis di Indonesia dapat digolongkan dalam dua kategori. Yang pertama adalah perusahaan yang mempunyai basic hulu ke hilir. Artinya, perusahaan tersebut pada awalnya adalah perusahaan Agrobisnis peternakan yang menghasilkan daging (White Meat ataupun Red Meat). Lalu pada perkembangannya mereka mengembangkan industri Sosis pada lini akhirnya. Perusahaan tersebut antara lain adalah :
- PT. Charoen Pokphand Indonesia,
- PT. Sierad
- PT. Japfa Confeed
- PT. Wonokoyo Jaya Corporindo
- PT. Kemang Food, dll
Yang kedua adalah perusahaan yang tidak memiliki latar belakang sebagai penghasil daging (White Meat ataupun Red Meat). Yaitu perusahaan yang hanya memproduksi Sosis dengan supplay bahan baku dari peternakan/pembudidaya pihak ketiga ataupun mitranya. Perusahaan perusahaan tersebut antara lain :
- PT. Eloda Mitra
- PT. Makroprima Pangan Utama
- PT. Aroma Duta Rasa Prima
- PT. Soejash Bali
Masing masing perusahaan mengembangkan berbagai produk Sosis dengan keanekaragaman variasi. Variasi produk sosis yang secara umum digolongkan dalam produk Chiller tersebut dapat berbentuk burger, coktail ataupun baso. Sedangkan apabila digolongkan menurut cara penyimpanannya, sosis dapat digolongkan menjadi Frozen Food, yaitu sosis yang harus disimpan dalam suhu minus 18 celcius. Ada juga sosis yang hanya disimpan dalam suhu kamar, Sosis Kalengan. Bahkan saat ini sudah dikenal sosis yang dapat dikonsumsi tanpa melalui proses dimasak, yang dipelopori oleh PT. Japfa Confeed.
Penyebaran Produsen Sosis di Indonesia
Produsen sosis di Indonesia pada umumnya menyebar di Pulau Jawa dan Bali. Demikian dikarenakan Source bahan baku yang masih banyak melimpah tersedia di Pulau Jawa dan Bali
Dari tahun awal perkembangan industri sosis di Indonesia (1930) hingga saat ini, perkembangannya sungguh luar biasa cepat. Perkembangan industri Sosis tersebut sangat membantu meningkatkan konsumsi daging masyarakat Indonesia. Karena selama ini Indonesia merupakan Negara dengan tingkat konsumsi daging yang paling rendah di antara Negara Negara di Asia. Mudah mudahan konsumsi daging dalam bentuk lain ini terus berkembang, baik kualitasnya ataupun kuantitasnya….. Semoga…..
Langganan:
Postingan (Atom)